MAKALAH INI UNTUK MEMENUHI TUGAS SEJARAH INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN
IBU IMAS AMELIA
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM
IMAM MAULANA (1112022000002)
YUSUF YORDAN (1112022000008)
Pengantar
Indonesia
merupakan negara yang mayoritas penduduknya muslim, namun khususnya dalam
kancah politik nasional, selalu mengalami kekalahan dan tidak pernah memegang
kendali pemerintahan. Sejarah membuktikan, bahwa sejak menjelang Indonesia
merdeka, umat Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai dasar dan ideologi
negara. Yang menyakitkan lagi, “Piagam Jakarta” yang telah disepakati, dan di
dalamnya ada tujuh kata kunci bagi umat Islam untuk dapat menjalankan syari‟at
Islam di Indonesia baru satu hari setelah kemerdekaan diganti kembali.
Perjuangan umat Islam tidak berhenti sampai di
sana. Bagi para tokoh militan Islam yang tidak puas dengan Pancasila sebagai
dasar negara dan digantinya Piagam Jakarta itu, mereka akhirnya mendeklarasikan
sebuah Negara Islam Indonesia (NII). Namun, gerakan ini akhirnya dapat
dilumpuhkan oleh pemerintah Indonesia.
Di
era Orde reformasi umat Islam telah mengalami suatu perubahan pemikiran,
khususnya dalam masalah politik. Umat Islam dalam mengadakan gerakan tidak lagi
merasa takut dengan adanya tuduhan-tuduhan subversif seperti yang terjadi pada
era orde baru, sehingga bermunculanlah partai-partai Islam dan gagasan-gagasan
untuk menerapkan syari‟at Islam di Indonesia. Semua itu, tiada lain merupakan salah
satu wujud politik umat Islam di era Orde Reformasi.
Guna
mempermudah pembahasan penulis akan menjelaskan pergerakan politik Islam pada
zaman reformasi;
A.Politik
Islam Orde Reformasi
Proses
reformasi di Indonesia terjadi pada tahun 1998 diawali dengan lengsernya
Soeharto. Kemudian digantikan oleh Presiden B.J. Habibi. Di era Reformasi
banyak partai-partai Islam yang muncul diantaranya adalah PPP, PBB, Partai
Keadilan, Partai Persatuan, Masyumi, Partai Kebangkitan Umat (PKU), Partai Abud
Yatama (PAY), PSII-1905, PNU dan Partai Cinta Damai (PCD), PKB, PAN, Partai Solidaritas
Uni Nasional Indonesia (SUNI). Meskipun partai-partai Islam ini tidak merai
suara terbesar, namun koalisi mereka melalui kaukus Poros Tengah dapat
menghalangi tampilnya aliran dan kelompok Politikus nasionalis dan koalisinya
serta memunculkan beberapa tokoh utama pada posisi-posisi strategis di lembaga
eksekutif dan legistatif. Seperti Amin Rais sebagai ketua DPR-RI dan Gus Dur
sebagai Presiden.[1]
Pasca
kepemimpinan Soeharto, nampaknya era reformasi merupakan momentum yang sangat
tepat untuk melahirkan ide, gagasan ataupun ekspresi dari masing-masing
organisasi Islam maupun dari partai Islam. Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah
tidak lagi menjadi dwi-tunggal yang mengundang perhatian banyak pengamat asing.
Selain NU dan Muhammadiyah, realitasnya, ada banyak organisasi massa Islam di
Indonesia, misalnya Persis atau Perti, namun memang tidak sebesar dua
organisasi sebelumnya.
Era
reformasi merupakan era keterbukaan yang memungkinkan orang untuk
mengekspresikan pikiran termasuk cara keberagaamaan. contoh misalnya; lahirnya
Front Pembela Islam (FPI) dan MMI (Majelis Mujahidin Indonesia). Forum
Komunikasi Islam Ahlussunnah wal Jamaah dengan Laskar Jihadnya, dan lain-lain.
Masing-masing organisasi Islam ini lahir dengan karakternya masing-masing. Yang
menarik, gerakan organisasi ini mampu menyedot perhatian media massa dengan
seluas-luasnya di media dalam dan luar negeri.
Selain
sangat kental dengan simbol, gerakannya yang lebih mengandalkan unjuk kekuatan
dalam melawan sesuatu di mana hal ini tidak dijumpai sebelumnya banyak orang
dirugikan atas pembenaran tindakannya yang mengatasnamakan agama dengan kata
lain jihad. Fenomena munculnya gerakan baru Islam ini juga didukung oleh
menguatnya wacana penerapan syariat Islam yang dibarengi oleh kebijakan
pemerintah dengan otonomi daerah masa presiden Abdurrahman Wahid.
Pemerintah
memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur pemerintahnnya sendiri. Sejak
inilah Islam Indonesia banyak dikenal lebih pada gerakannya, beberapa gerakan
yang anarki dengan mengatasnamakan amar ma’ruf lebih sering didengar masyarakat
daripada kegiatan-kegiatan ilmiah dan kajian-kajian untuk mengeksplorasi Islam.
Selain
itu jatuhnya pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan korup membawa harapan
munculnya pemerintahan pasca orde baru yang demokratis. Hal itu tercermin dari
kebebasan mendirikan partai politik. Tercatat ada 48 partai baru yang mengikuti
pemilu 1999. Termasuk di dalamnya partai Islam. Tercatat sejumlah partai
politik Islam yang saat ini (atau pernah) berada pada peringkat 10 besar partai
politik di Indonesia memiliki sejarah kelahiran pada kurun waktu 1998-1999.
Beberapa contoh diantaranya adalah PBB, PPP, PKS, PAN, dan PKB.
Secara
umum, parta-partai politik Islam pasca reformasi memiliki dua aliran berbeda
yang saling bertentangan. Aliran yang pertama menganut bahwa syariah Islam
harus diterapkan dalam sistem pemerintahan. Partai-partai besar yang menganut
aliran ini adalah Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan aliran kedua menolak
pengimplementasian syariah Islam dalam sistem pemerintahan. Aliran ini dianut
oleh dua partai Islam yang cukup besar yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) dan
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).[2]
Andreas
Ufen menyebutkan bahwa politik aliran telah menghilang setelah reformasi. Hal
ini ditandai dengan tergerusnya struktur ideologi partai.[3]
Menurut Sukma dan Joewono, partai Islam kini dapat dibagi berdasarkan sikapnya
terhadap relasi Islam-negara ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama
menginginkan agar hukum Islam diterapkan di dalam negara. Kelompok ini terdiri
dari PBB, PKS dan PPP. Sedangkan kelompok kedua menginginkan agar negara tidak
menganut hukum Islam. Kelompok ini terdiri dari PAN dan PKB.
Keadaan
ini juga mempengaruhi ulama untuk kembali aktif di dunia politik dengan terjun
langsung untuk memenangkan partai tertentu sesuai dengan posisinya. Seperti
kampanye pemilu 1999 ada beberapa Ulama NU yang membela partai PKB.
Selain
Ulama-Ulama NU atau Nadhatul Ulama, ulama yang berasal dari Muhammadiyah dan
generasi muda Masyumi yang turut andil dalam pembentukan partai. Mereka ada
yang bergabung dengan PAN dan PBB. Pendukung PAN lebih banyak berasal dari
Muhammadiyah,sedangkan PBB ingin membangkitkan kembali perjuangan Masyumi. Para
mahasiswa dan halqah kampus turut mendirikan partai Islam, yaitu Partai
Keadilan (belakangan PKS) yang menarik sebagian ulama yang merupakan alumnus
Timur Tengah. Belakangan, dua partai, PKB dan PAN menyatakan diri sebagai
partai yang berasaskan Pancasila dan bersifat nasionalis, tetapi basisnya
adalah massa Islam.
Kehadiran
ulama dalam politik seharusnya berdampak positif, dalam pengertian memberikan
sumbangan bagi terciptanya bangunan struktur politik yang bermoral, karena
ulama adalah simbol moral. Namun ketika Ulama sudah terpolarisasi sedemikian
rupa, sehingga sering antara seorang ulama dengan ulama lain saling berhadapan
dan membela partainya masing masing. Kondisi ini akan menimbulkan perpecahan
dan dampaknya membingungkan rakyat, sehingga akan memperlemah kekuatan umat
Islam sendiri yang akhirnya sering di manfaatkan oleh golongan partai lain.[4]
B.Perkembangan Partai Politik Islam
Era Reformasi
Berkembangnya
partai Islam pasca-reformasi barangkali berkaitan dengan argumen Hefner (1993)
bahwa Islam telah menjadi kekuatan politik besar. Menurut Jamhari, hal ini
diindikasikan dengan lahirnya kelas menengah Islam yang menyediakan
kepemimpinan nasional sekaligus massa untuk mendemonstrasi Suharto. Generasi
ini lahir sebagai akibat dari hubungan baik Islam-negara di pengujung
kepemimpinan Suharto. Berikut adalah beberapa partai Islam yang berkembang pada
awal reformasi, diantaranya;
1.
PBB
Partai
yang berdiri pada 17 juli 1998 ini dikenal sebagai pendukung utama penerapan
syariah Islam dalam pemerintahan Indonesia. PBB menggunakan landasan Al-Quran
dan Al-Hadits dengan ide utama Modernisme Islam, yaitu pemikiran bahwa Islam
adalah doktrin universal yang dapat menyelesaikan segala permasalahan. PBB
berkeinginan menyatukan kalangan muslim dan kalangan lainnya utk mengimplementasikan
aspirasi lewat program-program PBB agar tercipta kebaikan bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Dalam isu politik, PBB mendorong amandemen UUD 1945 untuk
mencegah pemerintahan yang otoriter, mendukung
pemilihan umum presiden secara langsung, dan mendukung pembatasan masa
jabatan presiden.[5]
PBB
memiliki basis massa yang berasal dari para simpatisan Masyumi, dan golongan
pendukung Islam konservatif. Pada pemilu 1999, PBB meraih 2,81% suara, pada
pemilu 2004 dan 2009 mengalami penurunan menjadi 2,62% dan 2%.
2.
PKS
PKS
terbentuk pada 20 Juli 1998 dengan berlandaskan Al-Quran dan Sunnah. Meskipun
Islam adalah asas partai, tapi PKS mengakui prularisme dan multikulturalisme.
PKS menggunakan prisnsip khalifah, yaitu prinsip bahwa manusia adalah pemimpin
di muka bumi dalam hal agama dan politik. Dalam isu pemerintahan, salah satu
agenda utamanya adalah menempatkan ulama, intelektual, dan aparat pemerintahan
dalam suatu sistem institusi sehingga ketiganya dapat saling bekerjasama. Dalam
isu politik, PKS menekankan pertanggungjawaban dalam kepemimpinan. Dalam isu
pendidikan, program PKS memprioritaskan penanaman nilai-nilai agama dalam
seluruh aspek kehidupan.
Basis massa PKS adalah pemuda muslim, santri, dan intelektual muda dari
universitas. Pada pemilu 1999 PKS berhasil mendulang suara sebanyak 1,36%,
pemilu 2004 sebanyak 7,34%, dan pemilu 2009 sebanyak 7,88%.
3.
PPP
Meskipun
PPP telah terbentuk sebelum reformasi, PPP pasca reformasi adalah PPP dengan
esensi yang berbeda. Unsur intervensi pemerintah dihapuskan oleh PPP pasca
reformasi, salah satunya ditandai dengan kembalinya lambang bergambar Ka’bah
sebagai lambang partai. PPP berlandaskan agama, kemanusiaan, keadilan sosial,
kebenaran, dan kejujuran. Tujuan utama PPP adalah mewujudkan masyarakat makmur
secara material maupun spiritual, dan menjunjung multikulturalisme[45]. PPP
memiliki program reformasi internal partai dan pemerintahan. Dalam isu
reformasi internal partai, PPP ingin kembali ke prinsip awalnya, yaitu
menjalankan negara dengan nilai akhlakul karimah. Dalam isu reformasi negara,
PPP menginginkan perbaikan dalam angkatan bersenjata, DPR, dan presiden. Dalam
isu hukum, PPP ingin membenahi konstitusi yang saling berkontradiksi dengan UUD
& Pancasila. Dalam isu politik, PPP menginginkan adanya budaya politik yang
baik dan pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif. Dalam isu ekonomi,
PPP berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap masyarakat, menyediakan
lapangan kerja, menggalakan proyek pembangunan, dan menghapuskan KKN. PPP di era
reformasi memiliki perbedaan tentang basis massa, yaitu tidak lagi
beranggotakan NU, Parmusi, PSII, dan Perti. Pada pemilu 1999, PPP berhasil
memperoleh 12,26% suara (58 kursi), pemilu 2004 memperoleh 10,4% suara dan
pemilu 2009 5,32% suara.[6]
4.
PKB
PKB
terbentuk pada 23 Juli 1998. PKB menjunjung prinsip keagamaan, humanisme,
demokrasi, nasionalisme, dan kedaulatan rakyat. Dukungan PKB terhadap demokrasi
tercermin dalam figur pemimpin PKB, yaitu Abdurrahman Wahid. Dalam isu politik,
PKB berusaha mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas KKN.
PKB juga mendukung kebebasan berkumpul dan berserikat, mendukung konsep negara
berlandaskan hukum (resctaat), dan mendukung persamaan gender. PKB memiliki
basis massa dari organisasi Islam Nahdlatul Ulama. Pada tahun 1999 PKB berhasil
membuat poros oposisi untuk menyaingi kekuatan PDIP dan Golkar sehingga dapat
menghantarkan Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Pada pemilu 1999 PKB berhasil
mendulan suara sebanyak 11%, pada pemilu 2004 sebanyak 9,4% dan pada pemilu
2009 sebanyak 4,94%.
5.
PAN
PAN
terbentuk pada pertemuan tanggal 5-6 Agustus 1998 dengan tokoh lintas agama
sebagai pemimpinnya, beberapa diantaranya adalah Amien Rais (ketua), Th.
Sumartana (non-muslim), dan K. Shindunata (non-muslim). PAN mengusung program
yang anti terhadap sektarianisme dan anti diskriminasi. Dalam isu ekonomi PAN
berkomitmen untuk melawan monopoli ekonomi, menerapkan kebijaan pro-rakyat
miskin, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas dan kesejateraan
sosial. Dalam isu politik PAN mendukung adanya pembagian kekuasaan yang jelas
antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. PAN juga mendorong demokrasi,
reformasi, rekonstruksi, desentralisasi, memberantas KKN, dan kebebasan pers.
Sepertiga massa PAN berasal dari organisasi Islam Muhammadiyah, sisanya terdiri
dari para intelektual dan masyarakat dari berbagai agama. Pada pemilu 1999 PAN
memperoleh suara sebanyak 7,4% yang disertai pengangkatan Amien Rais sebagai
ketua MPR, pemilu 2004 sebanyak 9,8%, dan pemilu 2009 sebanyak 6,01%.[7]
Penutup
Pada
masa pemerintahan orde baru umat Islam semakin termarjinalkan, karena dianggap
tidak mendukung pembaharuan yang digulirkan oleh pemerintah, sehingga
pemerintahan dikendalikan oleh orang-orang nasionalis, dan partai-partai Islam
tidak diberikan kebebasan untuk berkembang. Bahkan pemerintah hanya mengizinkan
adanya tiga Partai, yaitu wakil partai Islam, wakil partai nasionalis dan
Golongan Karya yang berada di bawah kendali pemerintah Orde Baru.
Setelah
pemerintahan orde baru runtuh dan digantikan dengan pemerintahan reformasi yang
lebih demokratis, perlahan-lahan partai Islam mulai sedikit menuikan hasil
mulai dari pemerintahannya serta perkembangannya, walaupun dalam kancah
perpolitikan nasional partai Islam selalu mengalami kekalahan dan tidak pernah memegang
kendali pemerintahan.
Daftar
Pustaka
A.
Ufen, “From Aliran to Dealignment: Political Parties in Post-Soeharto
Indonesia”, South East Asia Research, 16, 1
H.
Asyari, Dkk. 2005. Pengantar Study Islam. IAIN Sunan Ampel Press
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta:
PT Raja Grapindo Persada,)
R. Sukma & C.
Joewono (ed.), Islamic Thought and
Movements in Contemporary Indonesia, Centre for Strategic and International
Studies, 2007
[1]
H. Asyari, Dkk. 2005. Pengantar Study Islam. IAIN Sunan Ampel
Press. Hal. 295-296
[2]
R. Sukma & C. Joewono (ed.), Islamic
Thought and Movements in Contemporary Indonesia, Centre for Strategic and
International Studies, 2007, hal 148-152.
[3]
A. Ufen, “From Aliran to Dealignment: Political Parties in Post-Soeharto
Indonesia”, South East Asia Research, 16, 1.hlm 6.
[4]
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban
Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,). Hlm.89-91
[5]
Ibid, hlm 152-154.
[6]
Ibid, hlm 162-163.
[7]
Ibid, hlm 167-168.
"Agen poker terbesar dan terpercaya ARENADOMINO.
ReplyDeleteminimal depo dan wd cuma 20 ribu
dengan 1 userid sudah bisa bermain 9 games
ayo mampir kemari ke Website Kami ya www.arenadomino.com
Wa :+855964967353
Line : arena_01
WeChat : arenadomino
Yahoo! : arenadomino"