Sunday, 18 May 2014

MAKALAH INI UNTUK MEMENUHI TUGAS  SEJARAH INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN
IBU IMAS AMELIA
images.jpeg
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
IMAM MAULANA (1112022000002)
YUSUF YORDAN (1112022000008)


Pengantar
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya muslim, namun khususnya dalam kancah politik nasional, selalu mengalami kekalahan dan tidak pernah memegang kendali pemerintahan. Sejarah membuktikan, bahwa sejak menjelang Indonesia merdeka, umat Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai dasar dan ideologi negara. Yang menyakitkan lagi, “Piagam Jakarta” yang telah disepakati, dan di dalamnya ada tujuh kata kunci bagi umat Islam untuk dapat menjalankan syari‟at Islam di Indonesia baru satu hari setelah kemerdekaan diganti kembali.
 Perjuangan umat Islam tidak berhenti sampai di sana. Bagi para tokoh militan Islam yang tidak puas dengan Pancasila sebagai dasar negara dan digantinya Piagam Jakarta itu, mereka akhirnya mendeklarasikan sebuah Negara Islam Indonesia (NII). Namun, gerakan ini akhirnya dapat dilumpuhkan oleh pemerintah Indonesia.
Di era Orde reformasi umat Islam telah mengalami suatu perubahan pemikiran, khususnya dalam masalah politik. Umat Islam dalam mengadakan gerakan tidak lagi merasa takut dengan adanya tuduhan-tuduhan subversif seperti yang terjadi pada era orde baru, sehingga bermunculanlah partai-partai Islam dan gagasan-gagasan untuk menerapkan syari‟at Islam di Indonesia. Semua itu, tiada lain merupakan salah satu wujud politik umat Islam di era Orde Reformasi.
Guna mempermudah pembahasan penulis akan menjelaskan pergerakan politik Islam pada zaman reformasi;









A.Politik Islam Orde Reformasi
Proses reformasi di Indonesia terjadi pada tahun 1998 diawali dengan lengsernya Soeharto. Kemudian digantikan oleh Presiden B.J. Habibi. Di era Reformasi banyak partai-partai Islam yang muncul diantaranya adalah PPP, PBB, Partai Keadilan, Partai Persatuan, Masyumi, Partai Kebangkitan Umat (PKU), Partai Abud Yatama (PAY), PSII-1905, PNU dan Partai Cinta Damai (PCD), PKB, PAN, Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia (SUNI). Meskipun partai-partai Islam ini tidak merai suara terbesar, namun koalisi mereka melalui kaukus Poros Tengah dapat menghalangi tampilnya aliran dan kelompok Politikus nasionalis dan koalisinya serta memunculkan beberapa tokoh utama pada posisi-posisi strategis di lembaga eksekutif dan legistatif. Seperti Amin Rais sebagai ketua DPR-RI dan Gus Dur sebagai Presiden.[1]
Pasca kepemimpinan Soeharto, nampaknya era reformasi merupakan momentum yang sangat tepat untuk melahirkan ide, gagasan ataupun ekspresi dari masing-masing organisasi Islam maupun dari partai Islam. Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah tidak lagi menjadi dwi-tunggal yang mengundang perhatian banyak pengamat asing. Selain NU dan Muhammadiyah, realitasnya, ada banyak organisasi massa Islam di Indonesia, misalnya Persis atau Perti, namun memang tidak sebesar dua organisasi sebelumnya.
Era reformasi merupakan era keterbukaan yang memungkinkan orang untuk mengekspresikan pikiran termasuk cara keberagaamaan. contoh misalnya; lahirnya Front Pembela Islam (FPI) dan MMI (Majelis Mujahidin Indonesia). Forum Komunikasi Islam Ahlussunnah wal Jamaah dengan Laskar Jihadnya, dan lain-lain. Masing-masing organisasi Islam ini lahir dengan karakternya masing-masing. Yang menarik, gerakan organisasi ini mampu menyedot perhatian media massa dengan seluas-luasnya di media dalam dan luar negeri.
Selain sangat kental dengan simbol, gerakannya yang lebih mengandalkan unjuk kekuatan dalam melawan sesuatu di mana hal ini tidak dijumpai sebelumnya banyak orang dirugikan atas pembenaran tindakannya yang mengatasnamakan agama dengan kata lain jihad. Fenomena munculnya gerakan baru Islam ini juga didukung oleh menguatnya wacana penerapan syariat Islam yang dibarengi oleh kebijakan pemerintah dengan otonomi daerah masa presiden Abdurrahman Wahid.
Pemerintah memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur pemerintahnnya sendiri. Sejak inilah Islam Indonesia banyak dikenal lebih pada gerakannya, beberapa gerakan yang anarki dengan mengatasnamakan amar ma’ruf lebih sering didengar masyarakat daripada kegiatan-kegiatan ilmiah dan kajian-kajian untuk mengeksplorasi Islam.
Selain itu jatuhnya pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan korup membawa harapan munculnya pemerintahan pasca orde baru yang demokratis. Hal itu tercermin dari kebebasan mendirikan partai politik. Tercatat ada 48 partai baru yang mengikuti pemilu 1999. Termasuk di dalamnya partai Islam. Tercatat sejumlah partai politik Islam yang saat ini (atau pernah) berada pada peringkat 10 besar partai politik di Indonesia memiliki sejarah kelahiran pada kurun waktu 1998-1999. Beberapa contoh diantaranya adalah PBB, PPP, PKS, PAN, dan PKB.
Secara umum, parta-partai politik Islam pasca reformasi memiliki dua aliran berbeda yang saling bertentangan. Aliran yang pertama menganut bahwa syariah Islam harus diterapkan dalam sistem pemerintahan. Partai-partai besar yang menganut aliran ini adalah Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan aliran kedua menolak pengimplementasian syariah Islam dalam sistem pemerintahan. Aliran ini dianut oleh dua partai Islam yang cukup besar yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).[2]
Andreas Ufen menyebutkan bahwa politik aliran telah menghilang setelah reformasi. Hal ini ditandai dengan tergerusnya struktur ideologi partai.[3] Menurut Sukma dan Joewono, partai Islam kini dapat dibagi berdasarkan sikapnya terhadap relasi Islam-negara ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama menginginkan agar hukum Islam diterapkan di dalam negara. Kelompok ini terdiri dari PBB, PKS dan PPP. Sedangkan kelompok kedua menginginkan agar negara tidak menganut hukum Islam. Kelompok ini terdiri dari PAN dan PKB.
Keadaan ini juga mempengaruhi ulama untuk kembali aktif di dunia politik dengan terjun langsung untuk memenangkan partai tertentu sesuai dengan posisinya. Seperti kampanye pemilu 1999 ada beberapa Ulama NU yang membela partai PKB.
Selain Ulama-Ulama NU atau Nadhatul Ulama, ulama yang berasal dari Muhammadiyah dan generasi muda Masyumi yang turut andil dalam pembentukan partai. Mereka ada yang bergabung dengan PAN dan PBB. Pendukung PAN lebih banyak berasal dari Muhammadiyah,sedangkan PBB ingin membangkitkan kembali perjuangan Masyumi. Para mahasiswa dan halqah kampus turut mendirikan partai Islam, yaitu Partai Keadilan (belakangan PKS) yang menarik sebagian ulama yang merupakan alumnus Timur Tengah. Belakangan, dua partai, PKB dan PAN menyatakan diri sebagai partai yang berasaskan Pancasila dan bersifat nasionalis, tetapi basisnya adalah massa Islam.
Kehadiran ulama dalam politik seharusnya berdampak positif, dalam pengertian memberikan sumbangan bagi terciptanya bangunan struktur politik yang bermoral, karena ulama adalah simbol moral. Namun ketika Ulama sudah terpolarisasi sedemikian rupa, sehingga sering antara seorang ulama dengan ulama lain saling berhadapan dan membela partainya masing masing. Kondisi ini akan menimbulkan perpecahan dan dampaknya membingungkan rakyat, sehingga akan memperlemah kekuatan umat Islam sendiri yang akhirnya sering di manfaatkan oleh golongan partai lain.[4]
B.Perkembangan Partai Politik Islam Era Reformasi
Berkembangnya partai Islam pasca-reformasi barangkali berkaitan dengan argumen Hefner (1993) bahwa Islam telah menjadi kekuatan politik besar. Menurut Jamhari, hal ini diindikasikan dengan lahirnya kelas menengah Islam yang menyediakan kepemimpinan nasional sekaligus massa untuk mendemonstrasi Suharto. Generasi ini lahir sebagai akibat dari hubungan baik Islam-negara di pengujung kepemimpinan Suharto. Berikut adalah beberapa partai Islam yang berkembang pada awal reformasi, diantaranya;
1. PBB
Partai yang berdiri pada 17 juli 1998 ini dikenal sebagai pendukung utama penerapan syariah Islam dalam pemerintahan Indonesia. PBB menggunakan landasan Al-Quran dan Al-Hadits dengan ide utama Modernisme Islam, yaitu pemikiran bahwa Islam adalah doktrin universal yang dapat menyelesaikan segala permasalahan. PBB berkeinginan menyatukan kalangan muslim dan kalangan lainnya utk mengimplementasikan aspirasi lewat program-program PBB agar tercipta kebaikan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dalam isu politik, PBB mendorong amandemen UUD 1945 untuk mencegah pemerintahan yang otoriter, mendukung  pemilihan umum presiden secara langsung, dan mendukung pembatasan masa jabatan presiden.[5] PBB memiliki basis massa yang berasal dari para simpatisan Masyumi, dan golongan pendukung Islam konservatif. Pada pemilu 1999, PBB meraih 2,81% suara, pada pemilu 2004 dan 2009 mengalami penurunan menjadi 2,62% dan 2%.
2. PKS
PKS terbentuk pada 20 Juli 1998 dengan berlandaskan Al-Quran dan Sunnah. Meskipun Islam adalah asas partai, tapi PKS mengakui prularisme dan multikulturalisme. PKS menggunakan prisnsip khalifah, yaitu prinsip bahwa manusia adalah pemimpin di muka bumi dalam hal agama dan politik. Dalam isu pemerintahan, salah satu agenda utamanya adalah menempatkan ulama, intelektual, dan aparat pemerintahan dalam suatu sistem institusi sehingga ketiganya dapat saling bekerjasama. Dalam isu politik, PKS menekankan pertanggungjawaban dalam kepemimpinan. Dalam isu pendidikan, program PKS memprioritaskan penanaman nilai-nilai agama dalam seluruh aspek kehidupan.             Basis massa PKS adalah pemuda muslim, santri, dan intelektual muda dari universitas. Pada pemilu 1999 PKS berhasil mendulang suara sebanyak 1,36%, pemilu 2004 sebanyak 7,34%, dan pemilu 2009 sebanyak 7,88%.
3. PPP
Meskipun PPP telah terbentuk sebelum reformasi, PPP pasca reformasi adalah PPP dengan esensi yang berbeda. Unsur intervensi pemerintah dihapuskan oleh PPP pasca reformasi, salah satunya ditandai dengan kembalinya lambang bergambar Ka’bah sebagai lambang partai. PPP berlandaskan agama, kemanusiaan, keadilan sosial, kebenaran, dan kejujuran. Tujuan utama PPP adalah mewujudkan masyarakat makmur secara material maupun spiritual, dan menjunjung multikulturalisme[45]. PPP memiliki program reformasi internal partai dan pemerintahan. Dalam isu reformasi internal partai, PPP ingin kembali ke prinsip awalnya, yaitu menjalankan negara dengan nilai akhlakul karimah. Dalam isu reformasi negara, PPP menginginkan perbaikan dalam angkatan bersenjata, DPR, dan presiden. Dalam isu hukum, PPP ingin membenahi konstitusi yang saling berkontradiksi dengan UUD & Pancasila. Dalam isu politik, PPP menginginkan adanya budaya politik yang baik dan pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif. Dalam isu ekonomi, PPP berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap masyarakat, menyediakan lapangan kerja, menggalakan proyek pembangunan, dan menghapuskan KKN. PPP di era reformasi memiliki perbedaan tentang basis massa, yaitu tidak lagi beranggotakan NU, Parmusi, PSII, dan Perti. Pada pemilu 1999, PPP berhasil memperoleh 12,26% suara (58 kursi), pemilu 2004 memperoleh 10,4% suara dan pemilu 2009 5,32% suara.[6]
4. PKB
PKB terbentuk pada 23 Juli 1998. PKB menjunjung prinsip keagamaan, humanisme, demokrasi, nasionalisme, dan kedaulatan rakyat. Dukungan PKB terhadap demokrasi tercermin dalam figur pemimpin PKB, yaitu Abdurrahman Wahid. Dalam isu politik, PKB berusaha mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas KKN. PKB juga mendukung kebebasan berkumpul dan berserikat, mendukung konsep negara berlandaskan hukum (resctaat), dan mendukung persamaan gender. PKB memiliki basis massa dari organisasi Islam Nahdlatul Ulama. Pada tahun 1999 PKB berhasil membuat poros oposisi untuk menyaingi kekuatan PDIP dan Golkar sehingga dapat menghantarkan Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Pada pemilu 1999 PKB berhasil mendulan suara sebanyak 11%, pada pemilu 2004 sebanyak 9,4% dan pada pemilu 2009 sebanyak 4,94%.
5. PAN
PAN terbentuk pada pertemuan tanggal 5-6 Agustus 1998 dengan tokoh lintas agama sebagai pemimpinnya, beberapa diantaranya adalah Amien Rais (ketua), Th. Sumartana (non-muslim), dan K. Shindunata (non-muslim). PAN mengusung program yang anti terhadap sektarianisme dan anti diskriminasi. Dalam isu ekonomi PAN berkomitmen untuk melawan monopoli ekonomi, menerapkan kebijaan pro-rakyat miskin, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas dan kesejateraan sosial. Dalam isu politik PAN mendukung adanya pembagian kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. PAN juga mendorong demokrasi, reformasi, rekonstruksi, desentralisasi, memberantas KKN, dan kebebasan pers. Sepertiga massa PAN berasal dari organisasi Islam Muhammadiyah, sisanya terdiri dari para intelektual dan masyarakat dari berbagai agama. Pada pemilu 1999 PAN memperoleh suara sebanyak 7,4% yang disertai pengangkatan Amien Rais sebagai ketua MPR, pemilu 2004 sebanyak 9,8%, dan pemilu 2009 sebanyak 6,01%.[7]


Penutup

Pada masa pemerintahan orde baru umat Islam semakin termarjinalkan, karena dianggap tidak mendukung pembaharuan yang digulirkan oleh pemerintah, sehingga pemerintahan dikendalikan oleh orang-orang nasionalis, dan partai-partai Islam tidak diberikan kebebasan untuk berkembang. Bahkan pemerintah hanya mengizinkan adanya tiga Partai, yaitu wakil partai Islam, wakil partai nasionalis dan Golongan Karya yang berada di bawah kendali pemerintah Orde Baru.
Setelah pemerintahan orde baru runtuh dan digantikan dengan pemerintahan reformasi yang lebih demokratis, perlahan-lahan partai Islam mulai sedikit menuikan hasil mulai dari pemerintahannya serta perkembangannya, walaupun dalam kancah perpolitikan nasional partai Islam selalu mengalami kekalahan dan tidak pernah memegang kendali pemerintahan.

























Daftar Pustaka
A. Ufen, “From Aliran to Dealignment: Political Parties in Post-Soeharto Indonesia”, South East Asia Research, 16, 1
H. Asyari, Dkk. 2005.  Pengantar Study Islam. IAIN Sunan Ampel Press
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,)
R. Sukma & C. Joewono (ed.), Islamic Thought and Movements in Contemporary Indonesia, Centre for Strategic and International Studies, 2007



[1] H. Asyari, Dkk. 2005.  Pengantar Study Islam. IAIN Sunan Ampel Press. Hal. 295-296
[2] R. Sukma & C. Joewono (ed.), Islamic Thought and Movements in Contemporary Indonesia, Centre for Strategic and International Studies, 2007, hal 148-152.
[3] A. Ufen, “From Aliran to Dealignment: Political Parties in Post-Soeharto Indonesia”, South East Asia Research, 16, 1.hlm 6.
[4] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,). Hlm.89-91
[5] Ibid, hlm 152-154.
[6]  Ibid, hlm 162-163.
[7] Ibid, hlm 167-168.

1 comment:

  1. "Agen poker terbesar dan terpercaya ARENADOMINO.
    minimal depo dan wd cuma 20 ribu
    dengan 1 userid sudah bisa bermain 9 games
    ayo mampir kemari ke Website Kami ya www.arenadomino.com

    Wa :+855964967353
    Line : arena_01
    WeChat : arenadomino
    Yahoo! : arenadomino"

    ReplyDelete

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!